Hidup kita adalah bersosial, bermasyarakat, dimana kita dengan mereka adalah satu nasib, satu tekad sebagai bangsa Indonesia. Adalah juga menjadi keharusan untuk merawat tatanan sosial tersebut yang dibangun berdasarkan persaudaraan seagama, persaudaraan sedarah, persaudaraan sebangsa, persaudaraan seketurunan.
Hingga kita mengenali tatanan sosial ini adalah hubungan yang dilakukan oleh antar individu atau kelompok yang memiliki ikatan kuat, biasanya yang memiliki ikatan darah, ideologi, atau kesamaan daerah asal (gesselschaft), disamping itu kehidupan sosial kita diikat oleh satu ikatan paguyuban (gemeinschaft), ciri dari masyarakat di seluruh peloksok Nusantara.
Persoalan Sosial Kita
Mata kita, sering melihat potret kemiskinan dan keterbelakangan di hampir peloksok kampung dan di pojok-pojok kota. Kaum marjinal secara ekonomi dan strata sosial turut memperlihatkan kondisi tersebut.
Masih ada pengemis jalanan, anak-anak yatim terlantar, janda-janda tua yang kesepian ditinggal anak-anaknya yang keluar mencari penghidupan, sendiri dalam kehampaan dan kemiskinan.
Kita juga masih menemukan, orang-orang yang terkena penyakit, didera sendiri karena untuk biaya kesehatan tak terjangkau akibat tidak mengikuti iuran BPJS, hingga pun bernasib sama ketika ibu-ibu hamil yang suaminya berpendapatan rendah tak sanggup iuran, ditemukan mati akibat persalinan yang tidak normal, karena juga terhalang biaya persalinan di rumah sakit.
Kehadiran Negara
Negara, sejak berdirinya sudah mencantumkan dasar pembelaannya atas warganya dengan adanya pasal 34 yang jelas mengatur soal kemakmuran, keadilan sosial dan kesetaraan antar warga.
Pasal 34 dari Bab XIV yaitu Perekonomuan Nasional dan Kesejahteraan Sosial, begitu jelas mengatur ini.
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
- Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
- Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan kita hari ini, sudah dan terus mewujudkan hadirnya negara dalam merealisasikan amanat UUD 45 tersebut, dengan program-program aksi yang sudah dirasakan oleh masyarakat bawah ( khususnya ), seperti program Kartu KIS, KIP, PKH, Bansos dan lain sebagainya.
Meski demikian, tentu tak ada gading yang tak retak. Perlu ada penyempurnaan tentunya di tataran teknis, bahkan prinsip pengendalian atas tumbuhnya kemiskinan itu juga jauh lebih harus dioptimalkan sebagai pertanggungjawaban sosial dari negara terhadap rakyatnya.
Peran Kiai Kampung dalam Persoalan Sosial
Figur yang dekat dengan masyarakat bawah adalah seorang kiai yang tinggal di kampung, yang kesehariannya bersama mereka. Persoalan dari keagamaan, kebatinan, adat istiadat, kemasyarakatan mereka selalu mengadu pada kiai. Soal jodoh pun terkadang minta restu dan izin kiai.
Model kiai ini tidak tersibukkan oleh mengajar dan membina santri, ia satu individu yang menjadi cahayanya masyarakat, pemberi solusi yang gampang dan bisa dikerjakan. Ini artinya kiai-kiai yang hidup di kampung tidak dengan pesantrennya adalah juga menjadi semacam agent of social exchange (agen perubahan masyarakat). Maka aneh jika mereka (kiai-kiai kampung) ini tidak sama sekali dilibatkan dalam upaya mewujudkan amanat UUD 45 pasal 34 tersebut. Padahal mereka inilah yang paling terdepan dalam menjawab persoalan kemasyarakatan kita.
Mewujudkan al-‘Adalah al-‘Ammah (keadilan menyeluruh)
Pertama yang paling mendasar untuk bersikap peduli atas sesama manusia, yakni yang Rosulullah Saw ajarkan pada kita yakni sikap peduli, beliau telah bersabda, seperti yang saya kutip dalam kitab Arbain Nawawi atau Al-Arba’in An-Nawawiyah, merupakan kitab yang memuat empat puluh dua hadits pilihan yang disusun oleh Imam Nawawi RA.
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسْ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya : dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
(رواه مسلم)
Artinya : dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda : Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke surga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya.
Dalam kitab Bulughu al-Marom, kita dapati hadits Rosulullah Saw yang berkenaan dengan sikap kepekaan atas persoalan sosial yaitu.
وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ – أَوْ لِأَخِيهِ- مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : dari Anas bin Malik radhiallâhu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah (sempurna) iman seseorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Muttafaqun ‘Alaih).
Dengan sikap peka ( sense of social problem ) terkait dengan kehidupan sosial masyarakat kita, adalah penting diperankan oleh kiai-kiai kampung sebab kiai-kiai sosial jauh lebih merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat umumya, maka sikap adil dan bijaksana adalah menjadi prinsip kuat untuk kemudian diterjemahkan secara kongkrit dalam menciptakan harmoni kehidupan.
Keseimbangan, atas kepentingan bersama didasari titik dasarnya keadilan atau sikap adil. Tujuannya adalah kemashlatan yang merata.
Oleh : Hamdan Suhaemi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten