Oleh Eko Supriatno
Muktamar ke-20 dan HUT ke-105 Tahun Mathla’ul Anwar yang rencananya akan diselenggarakan di Asrama Pondok Gede Jakarta pada tanggal 1 – 3 April 2021 nanti, mengangkat tema “Menata Umat, Merekatkan Bangsa“.
Tema itu bermakna strategis mengingat hari-hari ini bangsa Indonesia sedang dihadapkan beberapa persoalan krusial.
Kita bisa menyebut efek dahsyat dari pandemi Covid 19 dengan segala efek dominonya sangat perlu diwaspadai mengingat segala aktivitas masyarakat, mulai dari perekonomian, sosial, budaya, agama menjadi terbatas, kemelambatan ekonomi nasional, kemeningkatan praktik korupsi, kemerebakan praktik mafia hukum di semua sektor kehidupan, konflik antarkeyakinan/ agama dan sebagainya.
Semua persoalan ini melapukkan proses kemajemukan bangsa kita. Proses pelapukan itu akan menerus ketika moralitas yang menjadi dasar dari keadaban suatu bangsa disingkirkan dari ranah publik.
Saat ini keadaban bangsa dipertaruhkan dalam impitan persoalan sosial, ekonomi, politik, dan agama. Kekuatan masyarakat memiliki peran besar dalam mencegah proses pelapukan keadaban bangsa.
Dalam konteks itu, Mathla’ul Anwar merasa ikut bertanggung jawab untuk berkontribusi dalam membangun cita-cita merekatkan kemajemukan bangsa. Terlebih kontribusi organisasi tidak hanya dialamatkan kepada anggota, namun lebih besar dari itu, yakni demi bangsa.
Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam ghirah warganya Mathla’ul Anwar mempunyai slogan amar ma’ruf nahi mungkar. Istilah amar ma’ruf nahi munkar seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Arab, amar ma’ruf nahi munkar berarti mengajak kepada kebaikan dan mencegah berbuat kemungkaran. Spirit dari istilah ini adalah mengajak kepada diri sendiri dan juga orang lain untuk melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh agama.
Mathla’ul Anwar memiliki sembilan prinsip dalam menjalankan roda organisasinya, yaitu prinsip-prinsip sebagai panduan pemikiran, pemahaman, dan tindakan demi kepentingan umum, adapun sembilan prinsip tersebut yaitu: Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bersatu dalam Aqidah, Berjamaah dalam Ibadah, Bersikap tegas terhadap bid’ah, Berorientasi kepada maslahatil ummah, Piawai dalam siyasah, Bersama membangun masyarakat dengan pemerintah, dan Berjuang di jalan Allah SWT.
Spirit ini jugalah yang dijadikan pegangan oleh Mathla’ul Anwar dalam melebarkan sayap dakwahnya sehingga Maathla’ul Anwar bisa menyebar luas. Spirit yang menempatkan agama sebagai inspirasi bukan aspirasi, tidak menjadikan agama sebagai alat politik (depolitisasi agama). Spirit bahwa Agama harus memberi nilai kehidupan berbangsa dan bernegara; dan Spirit bahwa agama harus memelihara persaaudaraan multi aspek (ukhuwwah islamiyah, ukhuwwah wathaniyyah, dan ukhuwwah basyariyah).
Ikhtiar Mathla’ul Anwar
Itu sebabnya, Mathla’ul Anwar menemukan Tiga relevansi kontributifnya dalam merekatkan kemajemukan bangsa.
Pertama, Mathla’ul Anwar telah merumuskan konsep prinsip dasar umat terbaik yang didasarkan pada orientasi moral untuk perubahan sosial ekonomi masyarakat. Pengukuhan moralitas sebagai landasan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat bertumpu pada kejujuran dan tanggung jawab. Tata laku masyarakat dilandasi moralitas agung, bukan nafsu serakah menumpuk kekayaan dan kepentingan ego pribadi. Sekarang ini moralitas disingkirkan demi segala kepentingan. Tempat moralitas sengaja dipersepsikan hanya di dalam rumah ibadah, seperti masjid, gereja, pura, dan sebagainya, bukan di dalam birokrasi dan tata laku masyarakat. Dengan kata lain, moralitas cukup jadi menu utama khotbah agama dan hanya menjadi reminder setelah melakukan perilaku koruptif.
Kedua, Mathla’ul Anwar menjadi landasan perjuangan kebangsaan, sejak semula memberi kontribusi dalam wawasan keagamaan yang moderat dan ikut mendorong pembentukan ide kebangsaan. Dalam ranah keagamaan, Mathla’ul Anwar berhasil merumuskan gagasan dasar tentang kemoderatan, toleransi, keseimbangan dan keadilan. Inilah sikap dasar Mathla’ul Anwar dalam merespons isu-isu keagamaan di Tanah Air. Dengan gagasan dasar itu, Mathla’ul Anwar berhasil melahirkan generasi bangsa yang mengedepankan hidup dalam suasana toleran dan moderat, bukan dengan kekerasan.
Ketiga, dalam kaitan ini, fondasi besar sudah diletakkan oleh Mathla’ul Anwar ketika “menerima” Pancasila sebagai asas bernegara dan bermasyarakat yang mesti diterima umat Islam. Konsepsi ini diperkuat dengan kesetiaan Mathla’ul Anwar terhadap ide-ide kebangsaan yang jadi titik tolak dalam mendesain negara Indonesia.
Tidak berlebihan bila Mathla’ul Anwar terus-menerus melestarikan NKRI sebagai bentuk negara paling ideal bagi bangsa Indonesia. Konsepsi tersebut, sejak kelahiran Mathla’ul Anwar telah dikumandangkan oleh pendirinya, KH Mas Abdurrahman. Dalam sejarah tercatat, spirit nasionalisme para Kyai dan warga Mathla’ul Anwar yang dimanifestasikan melalui pendidikan dan dakwah mengalami perlawanan berat dari para penjajah.
Meskipun ide globalisasi Islam terus dikumandangkan hingga sekarang, Mathla’ul Anwar tetap kokoh dengan ide kebangsaannya, dan bukan negara khilafah.
Di sinilah, Mathla’ul Anwar sebagai bagian dari kekuatan perekat kemajemukan bangsa menemukan relevansi kontributifnya dalam membangun keadaban bangsa.
Secara sosial ekonomi, Mathla’ul Anwar telah membangun prinsip dasar umat terbaik yang bertumpu pada moralitas dan tanggung jawab publik. Secara keagamaan juga berhasil membangun keadaban bangsa yang didasarkan pada semangat kebersamaan lintas agama dan keyakinan.
Dalam konteks inilah, Mathla’ul Anwar kembali meneguhkan Indonesia sebagai negara berkeadaban sebagai refleksi atas cita-cita ketercapaiaan keadaban bangsa, yang dicirikan oleh kesejahteraan, moralitas, dan solidaritas sosial.
Membangun keadaban bangsa Indonesia tak dapat dilepaskan dari kekuatan peran masyarakat yang mendorong kesejahteraan dan solidaritas dalam bingkai moralitas.
Merekatkan Kemajemukan Bangsa
Gagasan “Menata Umat, Merekatkan Bangsa“ yang menjadi tema besar muktamar Mathla’ul Anwar tahun ini sebenarnya tidak lepas dari gagasan besar organisasi ini terhadap nilai-nilai kebangsaan.
Mengangkat tema “Menata Umat, Merekatkan Bangsa“ adalah upaya Mathla’ul Anwar menguatkan kembali toleransi antarumat beragama yang akan berujung pada kemaslahatan bersama, bagi umat, dan bagi bangsa.
Gagasan ini dipahami sebagai peneguhan sekaligus mempromosikan Islam yang penuh toleransi kepada yang berbeda keyakinan atau paham.
Mathla’ul Anwar menyadari ada upaya dari kelompok tertentu untuk merusak Islam dengan paham kekerasan.
Islam di Indonesia adalah Islam yang penuh toleransi. Nilai-nilai inilah yang diupayakan Mathla’ul Anwar untuk tetap melekat dalam wajah Islam di Indonesia.
Gagasan Mathla’ul Anwar “Menata Umat, Merekatkan Bangsa“ adalah tentang kebangsaan dan keindonesiaan yang tidak bisa dipungkiri lagi, tetap akan menjadi gagasan bersama untuk memperkuat kebersamaan sebagai bangsa.
Tentu publik menyandarkan harapannya pada muktamar Mathla’ul Anwar tahun ini agar organisasi ini tetap setia menjadi garda depan untuk merawat sekaligus menjadi nilai-nilai kebangsaan yang sudah ditanamkan oleh para pendirinya. Bagaimanapun, Mathla’ul Anwar telah inheren dalam nilai-nilai kebangsaan itu sendiri. Wallahu alam bishshawab.
Tentang penulis :
Eko Supriatno, Dosen Universitas Mathla’ul Anwar