Jakarta, hipotesa.id – Pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang menganjurkan masyarakat harus aktif memberikan masukan dan kritik terhadap pemerintah pekan lalu (8 Februari 2021), dalam sambutan di Laporan Akhir Tahun Ombudsman RI ditanggapi oleh Farhan Abdillah Dalimunte, Juru Bicara Nasional Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Menurut Farhan, apa yang disampaikan Jokowi sangat tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan selama ini. Maraknya kasus pembungkanan dan penangkapan terhadap para aktivis, bagi Farhan menunjukan bahwa era kepemimpinan Joko Widodo tidak pro terhadap nilai-nilai demokrasi.
“Ada jarak yang sangat jauh antara pernyataan Presiden yang meminta dikritik dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hari ini kita dibayang-bayangi kekhawatiran diciduk oleh aparat karena menyampaikan aspirasi. Sudah berapa banyak aktivis yang ditangkap karena mengkritik kebijakan-kebijakan Pemerintah belakangan ini”, ungkap Farhan melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 16 Februari 2020.
Untuk menguji kontrasnya narasi yang disampaikan Presiden, Farhan sendiri mengaku sangat mudah. Menurutnya, baru-baru ini saja pemerintah telah menunjukkan kepada publik bagaimana memperlakukan rakyatnya yang kritis
“Mungkin masih segar diingatan kita tentang kasus 3 aktivis lingkungan yang juga aktivis Aksi Kamisan; Ahmad Fitron Fernanda, M Alfian Aris Subakti dan Saka Ridho. Kemudian Ravio Patra serta musisi Jerinx yang ditangkap dengan jeratan UU ITE karena mengkritik kebijakan pemerintah menangani pandemi virus Covid-19”, katanya.
Farhan juga berharap, agar Presiden Jokowi tidak berpura-pula lupa terus menerus atas apa yang terjadi pada mantan dosen Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, dan Jurnalis sekaligus Aktivis HAM Dandhy Laksono pada tahun 2019 lalu. Robet diperkarakan karena melakukan orasi sembari bernyanyi mengkritik militer di depan Istana Negara dan Dandhy ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan ujaran kebencian.
“Aktivis di era Jokowi sudah merasakan betul bagaimana pasal karet UU ITE digunakan untuk membungkam kritik yang mereka lakukan lewat media sosial. Hal ini sekaligus membuat siapa saja berpikir bahwa kebebasan berpendapat di negeri ini perlahan mulai dihilangkan”, ungkapnya lagi.
Demisioner Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jawa Timur ini meminta agar Pemerintah benar-benar serius memperbaiki kualitas demokrasi yang cenderung menurun drastis belakangan-belakangan ini.
“UU ITE ini sangat meresahkan masyarakat. Kita dibungkam dengan regulasi. Dulu Presiden Soekarno dalam pledoinya yang berjudul Indonesia Menggugat juga mengatakan bahwa Inilah kesewenang-wenangan bersenjatakan atau bertopeng konstitusi.”, ujar Farhan.
“Pernyataan pemerintah untuk minta dikritik ini merupakan narasi seolah-olah. Seolah-olah pemerintah terlihat demokratis padahal sebaliknya. Rakyat sudah kapok dengan basa-basi pemerintah”, tambah Farhan.
Berdasarkan data Laporan Indeks Demokrasi 2020 lalu yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3. Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.
Berdasarkan skor yang diraih tersebut Indonesia dikategorikan sebagai Negara dengan demokrasi cacat.
Ada lima indikator yang digunakan EIU dalam menentukan demokrasi suatu negara, antara lain proses pemilu dan prularisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.
Menanggapi ini, Farhan mengatakan bahwa laporan tersebut jangan dijadikan isapan jempol belaka. Pemuda 23 tahun ini berharap kanal demokrasi tidak hanya dinilai sebatas pemberian suara disaat Pemilu tapi justru ditutup setelah itu.
“Sebagai temannya Wiji Thukul pasti Pak Presiden ingat dengan puisi Peringatan. Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat pak. Beberapa kali demonstrasi besar dan kritik-kritik sudah disampaikan masyarakat untuk menyikapi kebijakan Pemerintah, nyatanya seringkali diabaikan dan direpresi. Keputusan Pemerintah tetap jalan terus walaupun banyak mendapat kritik”, tutup Farhan.