SERANG, hipotesa.id – Badan Pekerja JRDP menggelar webinar bertajuk Dinamika RUU Pemilu, Untung Rugi Pemilu dan Pilkada Serentak 2004, pada Rabu 17 Februari 2021. Tampil sebagai pemateri Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid dan Anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Sementara pengamat politik Ikhsan Ahmad didapuk menjadi penanggap diskusi.
Anwar Hafid menerangkan, peta politik di Senayan sudah semakin mengerucut. Dua parpol, Partai Demokrat dan PKS, tetap berkehendak agar Banleg melanjutkan pembahasan revisi RUU Pemilu. Sementara 7 parpol lain, plus pemerintah, berkehendak agar pembahasan RUU Pemilu tidak dilanjutkan.
“Kami berpendapat, dilakukannya normalisasi pilkada 2022 dan 2023 semata untuk menjaga kesinambungan pemerintahan daerah, dan juga mengukur beban kerja penyelenggara pemilu apabila pemilu dan pilkada dilaksanakan pada tahun yang sama. Karena itu kami akan tetap melakukan upaya politik dan hukum agar revisi RUU Pemilu tetap dilakukan,” kata Anwar.
Raka Sandi menjelaskan, KPU bersiap diri menghadapi dinamika politik di parlemen mengenai jadi tidaknya revisi RUU Pemilu. Karena itu, kata Raka, KPU menyiapkan dia opsi tahapan. Opsi pertama manakala pilkada dilakukan tahun 2022. Dan opsi kedua jika pemilu dan pilkada tetap dilakukan berbarengan tahun 2024.
“Kami mencatat setidaknya ada lima isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu ini. Yakni soal sistem pemilu, syarat pencalonan peserta pemilu, ambang batas pencalonan presiden, desain keserentakan pemilu nasional dan lokal, serta tata kelola dana kampanye,” kata Raka Sandi.
Ikhsan Ahmad menyatakan, polemik soal revisi RUU Pemilu ini membuktikan tengah terjadi perang kepentingan antara parpol yang tengah berkuasa dengan parpol oposisi. “Namun sayangnya, perdebatan itu tidak masuk ke wilayah substantif yakni bagaimana RUU Pemilu itu menyuguhkan perangkat sistem dan hukum penguatan parpol, bagaimana menghindari masuknya para cukong dan kartel politik, sampai bagaimana RUU Pemilu ini menciptakan ruang publik yang luas agar mampu mengkritisi para kandidat. Itu yang tidak nampak dalam diskusi RUU Pemilu.”
Webkusi dihadiri oleh penyelenggara pemilu, aktivis mahasiswa, pers, akademisi, dan perwakilan parpol. (***)