Oleh: Juju Jumed
Perhelatan pemilihan kepala daerah dengan metode serentak usai sudah, berbagai macam problematika menjadi bumbu dalam sebuah kontestasi politik. Menolak dan menerima sebuah hasil bukan hal baru dunia politik, berbagai isu mencuat seolah diciptakan demi popularitas belaka.
Elektabilitas kontestanpun dilakukan baik oleh tim itu sendiri bahkan dilakukan oleh lawan politik demi menarik simpatisan suara rakyat. Mulai dari generasi milenial hingga kalangan emak-emakpun diterjunkan kedalam mesin politik. Kota Cilegon jadi salah satu daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak 2020.
Dari keempat pasang kandidat semuanya terbilang cukup unik dalam hal jumlah dukungan partai, kala itu pasangan nomor urut satu merupakan pasangan independen namun muncul berita salah satu partai politik yakni PDI-P mengerahkan kadernya untuk mendukung pasangan tersebut.
Nomor urut dua mendapar dukungan partai sebanyak empat partai politik, pasangan nomor urut tiga mendapat dukungan tiga partai politik dan pasangan nomor urut empat mendapat dukungan dua partai politik.
Jika boleh ditukar posisi antara nomor urut dua dan empat,maka masing-masing pasangan mendapat dukung sesuai nomor urutnya. Tak hanya sampai disitu saja, tahun politik kali ini bisa dibilang sebuah sejarah baru bagi Kota Cilegon, dimana petahana yang merupakan anak dari walikota pertama sekaligus kakak kandung walikota sebelumnya tak mampu mempertahankan suara rakyat.
Jika merujuk dari kursi legislatif,partai pendukung dari petahana merupakan pemilik suara terbanyak pada pileg 2019 lalu. Layaknya pertandingan sepak bola, kontestasi politik tak bisa dilihat dari kemenangan sebelumnya, justru pertandingan yang usai menjadi bahan evaluasi bukan dijadikan rujukan untuk pertandingan berikutnya.
Terbaru berdasarkan surat menteri dalam negeri nomor 120/738/OTDA tanggal 3 Februari 2021, daerah yang telah melaksanakan pemilihan dan tidak ada gugatan di mahkamah konstitusi harus menjunjuk pelaksana harian (Plh) sebagai kepala daerah hingga kepala daerah terpilik dilantik, namun karena kondisi Kota Cilegon, dimana Plh diisi oleh sekretaris daerah (sekda), namun karena Kota Cilegon posisi sekda masih berstatus Pelaksana tugas (Plt) sempat menjadi perbincangan dikalangan media maupun masyarakat.
Hingga akhirnya terbit surat perintah Gubernur Banten nomor 132/252-Pemkesra/2021 yang mana isinya memerintahkan Penjabat Sekda Kota Cilegon untuk menahkodai kota baja sementara waktu. Uniknya penjabat sekda yang mendapat tugas baru sebagai Plh walikota cilegon ini berstatus kepala dinas di kota cilegon, meski tidak menyalahi aturan ini menjadi sejarah baru bagi kota cilegon selama kurun waktu hampir 22 tahun ini.
Penulis adalah pembina kampung madani Cilegon