Oleh: Merta Merdiana Lestari
hipotesa.id – Investigasi sosial, menjadi dasar utama ketika kaum gerakan/organisasi akar rumput berbicara kesejahteraan masyarakat dan penindasan.Momentum sering menjadi suasana yang menyenangkan dan terjangkau, bahkan menjadi tempat yang sakral ketika persoalan masyarakat bisa di ekspresikan secara luas.
Dalam perayaan momentum yang maju seperti; hari buruh, hari pemuda, hari perempuan, hari tani, atau hari lain perihal momentum perjuangan kaum proletariat. Masih sangat terbatas bisa dinikmati atau di suarakan oleh kaum proletariat lainnya.
Meskipun momentum bukanlah akhir atau tujuan utama dari perjuangan kelas kaum proletariat. Tapi momentum menjadi sebuah refleksi, dimana sejarah perjuangan kaum proletariat adalah perjuangan yang pantas untuk diperjuangan. Karena sejarah, sudah membuktikan dimana ada harapan disitulah kehidupan akan datang beriringan.
Tepat pada tanggal 08 Maret 2021, hari ini momentum IWD atau International Women’s Day telah menapaki perjalanan yang ke 46 sejak pertama kali PBB meresmikan 8 Maret 1975 sebagai momentum International Women’s Day. Dengan perjalanan sejarah yang panjang ini, bukan hal yang mudah bagi kaum perempuan untuk bisa berada di tahap mengekspresikan atau berbicara perihal persoalan kaum perempuan.
Sampai saat ini, budaya patriarki masih langgeng berkembang di tatanan masyarakat Indonesia, dapat kita temukan dalam berbagai aspek dan ruang lingkup, seperti ekonomi, pendidikan,
politik, hingga hukum sekalipun. Yang akibatnya, muncul berbagai masalah sosial yang membelenggu kebebasan perempuan, bahkan melanggar hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh perempuan.
Indonesia adalah negara hukum. Namun kenyataannya, payung hukum sendiri belum mampu mengakomodasi berbagai permasalahan sosial yang terstruktur tersebut. Penyebabnya masih klasik, karena ranah perempuan masih dianggap terlalu domestik. Sehingga penegakan hukum pun masih cukup lemah dan tidak adil gender.
Friedrich Engels (Asal usul keluarga, kepemilikan pribadi dan Negara) “Eksploitasi kelas dan penindasan seksual atas perempuan lahir bersamaan dengan tujuan melayani kepentingan sistem kepemilikan pribadi”.
Persoalan kaum perempuan bukan hanya tentang persoalan gender, akan tetapi persoalan perempuan adalah persoalan kemanuasiaan. Maka penting bagi kaum perempuan Desa untuk terlibat dalam perjuangan – perjuangan sosial/kelas. Dimana dimulainya?, tidak lain adalah terorganisasikan!.
Penting bagi kaum perempuan untuk ikut terlibat dalam organisasi, kenapa? karena, dengan organisasi kaum perempuan punya ruang untuk lebih mengetahui siapa lawan dan siapa kawan, sebagai ruang belajar yang maju untuk mempertajam persoalan.
Selain untuk dirayakan, momentum juga bisa menjadi wadah refleksi untuk terus mengaji diri dan persoalan kaum proletariat, begitupun persoalan kaum perempuan, yang di abad moderen ini bentuk dan kondisi penindasannya sangat tak terlihat, patriarki yang dikemas sedemikian haluspun tak kita sadari bahwa keberadaannya masih sangat mengakar di persoalan kaum perempuan.
Tentang penulis: Merta Merdiana Lestari merupakan aktivis perempuan, bergiat di organisasi Komunitas Soedirman 30. (Facebook: Merta Madrid Merdeka. IG: @mertamerdeka05).