Serang, hipotesa.id – Dalam kurun waktu satu Minggu ini, setidaknya ada dua titik lokasi terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Pertama, teror bom bunuh diri terjadi di gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) pukul 10.30 WITA. Kedua, Penembakan yang diduga aksi teror terjadi di Markas besar Polri, Jakarta Selatan pada (31/3/2021). Seorang wanita berpakaian hitam berusaha masuk ke lingkungan Mabes Polri, tapi tak lama setelah itu ia jatuh tersungkur, dilumpuhkan polisi.
Menanggapi kejadian aksi terorisme tersebut, Gerakan Pemuda Ansor Banten menilai ada tiga faktor yang mendasari kenapa pada akhirnya paham ekstrimisme bisa mempengaruhi cara pandang beragama, terutama yang menimpa pada kaum Milenial. Pertama, didasari oleh pemahaman agama secara radikal, kedua karena adanya benturan ideologi, dan yang ketiga soal ketimpangan.
“Ya dalam konteks agama misalnya, kelompok mereka kan menganggap orang diluar aliran atau keyakinannya itu dianggap thogut, lalu wajib diperangi, kan ini sangat berbahaya,” ujar Ketua GP Ansor Banten Ahmad Nuri Kamis, (1/4/2021)
Pria yang akrab disapa Gus Camat ini mengungkapkan, Indoktrinasi paham keagamaan secara radikal tersebut, pada era digital ini sangat mudah diakses melalui berbagai media seperti internet oleh kaum milenial. Banyak ditemukan konten-konten ajakan yang menjurus pada gerakan ekstrimisme.
“Ya, kita selalu membuat konten-konten dakwah digital dengan menyampaikan bahwasanya Islam itu damai, Islam itu sejuk. Nah itu kan pola dakwah digital yang memang harus terus kita lakukan di era digital ini untuk mengcaounter paham radikal,” katanya
Ruang-ruang digital, menurut Nuri perlu kita isi dengan membuat konten dengan nilai-nilai Islam moderat dengan konsep yang mudah dipahami oleh semua elemen masyarakat.
“Hari ini, bagaimana merebut sentimen keumatan itu dengan menampilkan dakwah digital yang familiar dengan mudah dicerna oleh milenial,” pungkasnya.
(El-Satire)