Serang, hipotesa.id – Penindakan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh institusi negara baik dari Kepolisian, Kejaksaan, serta KPK dinilai tidak optimal dalam melakukan pengusutan indikasi kasus korupsi di Banten.
Hal itu diungkapkan Koordinator Banten Bersih Deny Surya Permana, dalam keterangan pers tren penindakan kasus korupsi di Banten periode Januari-April 2021 yang digelar di salah satu rumah makan di Kota Serang, Rabu (28/04/2021).
“Pada 2018, Kepolisian melakukan penindakan 4 kasus, 2019 0 kasus, 2020 2 kasus dan periode 2021 Januari-April sebanyak 0 kasus. Kejaksaan pada 2018 1 kasus, 2019 8 kasus, 2020 4 kasus dan periode 2021 Januari-April sebanyak 4 kasus,” ungkapnya, Rabu, (28/4/2021)
Selain dari kepolisian dan Kejaksaan, Deny juga menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Banten, yang dinilai tidak memiliki andil penting dalam pemberantasan korupsi di Banten.
“Pada 2018 KPK hanya menangani satu kasus. Sedangkan sejak 2019 hingga 2021 masih kosong. Penindakan kasus korupsi yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan juga selalu dibawah target kasus yang ditetapkan,” katanya.
Padahal, menurut Deny, pagu anggaran penanganan kasus korupsi di institusi kepolisian, kejaksaan dan KPK cukup besar. Namun pengungkapan kasus tindak pidana korupsi di Banten masih terbilang sedikit.
“Pada 2021 target kasus yang ditangani Polda Banten adalah 21 dengan nilai anggaran Rp 3,7 miliar. Namun, hingga April belum ada kasus yang masuk kategori penyidikan. Sementara pada 2021, Kejaksaan memiliki target 8 kasus dengan anggaran Rp 1,5 miliar namun di bulan April penanganan kasusnya sudah 4 perkara yang naik pada penyidikan,” tegasnya.
Deny juga menjelaskan, riset ini dilakukan guna mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas data penanganan kasus korupsi pada institusi penegak hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.
“Setiap tahun, Banten Bersih bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan riset tren penindakan kasus korupsi di Banten sejak 2018, 2019, 2020. Riset ini dibuat untuk memantau kinerja penegak hukum dalam menangani kasus korupsi,” ucapnya.
Sementara akademisi Untirta Rizky Godjali mengatakan, bahwa ada tren melandai dan stagnan dari tahun 2018 dalam upaya pemberantasan korupsi di Banten oleh penegak hukum.
Padahal menurutnya, dengan potensi anggaran negara baik dari pemerintah pusat dan daerah, seharusnya bisa menunjukkan tren penindakan yang dilakukan oleh penegak hukum dengan optimal.
“Ini masih sangat kecil belum optimal sekali apa yang ditunjukan aparat penegak hukum di Banten terkait penindakan kasus korupsi. Mengapa? Ini perlu dikonfirmasi ke APH terkait ini, mengapa membuat target sedikit. Kinerja rendah ini apakah dipengaruhi beberapa faktor, apakah APH itu dalam menangani kasus tidak hanya soal korupsi. Ini jadi salah satu?,” ujarnya.
Dengan kondisi tidak optimal dalam penegakkan kasus korupsi tersebut, Rizky mempertanyakan apakah jumlah laporan yang sedikit dibandingkan potensi kasus. Atau apakah ini terkait dengan kualitas dan kuantitas penegak hukum di Banten.
“Apakah dari penindakan korupsi yang dikerjakan kejaksaan dan kepolisian dari investigasi murni atau laporan. Ini menarik seberapa konsen APH membuat investigasi murni bukan hanya dari laporan masyarakat dan lembaga lainnya,” pungkasnya.
Reporter: Uqel El Satire
Editor: Bd Chandra