hipotesa.id – Alkisah, seorang pemuda dari kalangan Bani Israil mengalami sakit yang sangat parah dan sudah lama tak kunjung sembuh. Prihatin dengan anaknya, sang ibu bernazar untuk keluar dari dunia selama tujuh hari apabila Allah menyembuhkan penyakit yang diderita anaknya.
Kemudian, Allah pun memberikan kesembuhan pada anaknya. Akan tetapi, si ibu sudah lupa akan nazarnya. Ketika ia tidur, dalam mimpinya, ia didatangi seseorang yang tidak diketahui dengan berkata, “penuhilah nazarmu sebelum Allah memberimu malapetaka yang amat pedih”.
Pagi harinya, si ibu memanggil anaknya, ia menceritakan nazarnya. Anaknya diminta untuk menggali sebuah liang di tempat pemakaman dan menguburkannya, si anak pun menuruti perintah ibunya tersebut.
Ketika si Ibu turun ke liang kubur, ia berkata, “Ya Ilahi, ya Sayyidi, ya Maula, aku telah melaksanakan dengan kesungguhan dan kemampuanku dan aku akan penuhi nazarku maka lindungilah aku di liang kubur ini dari segala macam bencana.”
Mendengar ibunya berdoa, Si anak pun dengan penuh kesedihan dan terpaksa menguruk ibunya dengan tanah sembari menangis tersedu-sedu, ia lakukan sampai seluruhnya tertutup lalu pergi dengan hati yang penuh khawatir akan ibunya.
Ketika di dalam liang kubur, si ibu yang telah dikubur itu, tiba-tiba melihat cahaya yang benderang dan lubang seperti kaca dari arah kepalanya. Di dalam lubang tersebut, si ibu pun menilik dibalik lubang itu dan melihat
taman yang di dalamnya terdapat dua orang perempuan yang memanggil-manggilnya.
“Wahai perempuan, keluarlah! kemarilah!” Ajak kedua perempuan itu.
Kemudian si ibu meluaskan lubang tersebut dan berusaha menuju ke taman dan menemui kedua perempuan itu.
Di dalam taman tersebut terdapat kolam yang bersih dan kedua perempuan itu sedang duduk di depannya. Si ibu pun duduk di antara mereka lalu memberikan salam kepada mereka, tetapi kedua perempuan itu tak menjawabnya.
Si ibu merasa heran, dan bertanya, “Apa yang mencegah kalian menjawab salamku sedangkan kalian adalah orang yang mampu berbicara?.”
Kedua perempuan itu pun menjawab, “Sesungguhnya menjawab salam adalah bentuk ketaatan dan kami telah tercegah darinya (maksudnya, mereka sudah meninggal dan terputuslah amaliah mereka)”.
Kedua perempuan yang duduk di depan kolam itu, di atas kepalanya terdapat burung-burung yang mengitarinya. Burung-burung itu mengipasi salah satu perempuan tersebut dengan sayapnya sedangkan perempuan yang satu lagi dipatuki kepalanya oleh burung-burung itu.
Si ibu bertanya kepada perempuan yang dikipasi oleh burung-burung tersebut, “Sebab amaliah apa kamu mendapatkan kemuliaan ini?”.
“Ketika aku di dunia, aku memiliki seorang suami dan selalu menaatinya dan ketika aku telah pergi dari alam dunia, suamiku meridoi aku” jawab perempuan itu.
Kemudian si ibu bertanya kepada perempuan yang dipatuki oleh burung-burung, “Sebab apa kamu mendapatkan siksaan ini?”.
Perempuan itu pun menjawab, “Aku adalah perempuan sholihah dan aku memiliki seorang suami yang selalu aku durhakai sehingga ketika aku pergi dari alam dunia, suamiku masih marah kepadaku. Maka Allah menjadikan kuburanku taman karena kesalihanku sedangkan siksaan ini disebabkan kemarahan suamiku. Aku memohon kepadamu jika kamu kembali ke alam dunia, pintalah suamiku untuk meridoiku”.
Waktu pun berlalu tujuh hari lamanya, kemudian kedua perempuan itu berkata pada si ibu, “Bangunlah! Kembalilah ke liang kuburmu karena anakmu sudah datang untuk menemuimu”.
Sewaktu si ibu masuk ke liang kuburnya lagi, anaknya sudah mulai menggali kuburannya. Si ibu pun akhirnya kembali ke rumahnya dan menceritakan bahwa dia sudah memenuhi nazarnya.
Sekembalinya ke rumahnya, orang-orang pun pergi untuk menziarahi si ibu termasuk suami dari perempuan yang meminta pertolongannya untuk memintakan rido suaminya.
Si ibu menceritakan kejadian selama di alam kubur pada sang suami dan menyampaikan salam dari istrinya, kemudian sang suami pun memaafkannya.
Ketika di dalam mimpi sang ibu, perempuan yang ditemuinya datang dan berkata, “Aku telah selamat dari siksaan itu dengan sebabmu, semoga Allah membalas kebaikan untukmu dan memberikan ampunan kepadamu”.
Sumber: Nawadir al-Qolyubi
Penulis: Cak Muhaimin
Ilustrator: Bd Chandra