Serang, hipotesa.id – Maraknya dugaan korupsi di Provinsi Banten memang sedang hangat diperbincangkan di kalangan media, mulai dari kasus dana hibah pondok pesantren, disusul dengan kasus pengadaan lahan gedung baru SAMSAT Malingping, dan saat ini dugaan korupsi pengadaan masker untuk tenaga kesehatan.
Hal ini membuat jaringan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Banten Bersih mengadakan sebuah diskusi publik yang bertemakan Banten Dalam Pusaran Korupsi di Cafe Kopi Dari Hati, Kota Serang, Jum’at, (28/05/2021).
Ada beberapa point penting yang harus diketahui dalam penyelesaian kasus korupsi di Banten ini. Nisa Rizkia Zonzoa, selaku Aktivis ICW berpendapat bahwa, kita tidak bisa menduga atas kasus dugaan korupsi yang ada di daerah tersebut, kita harus melihat terlebih dahulu dalam proses pemeriksaan yang sedang berlangsung dari kejati.
“Karena kalau berbicara anggaran, yang memiliki kuasa itu adalah pemerintah daerah. Jadi, siapa pemerintah daerahnya dan itu yang harus diperiksa terlebih dahulu”, ujarnya saat diwawancarai oleh wartawan.
Lanjut akan hal itu, ia pesimis bahwa KPK hari ini tidak lagi bisa di andalkan seperti mana kala dahulu, maka dari itu ia sangat mengharapkan kepada masyarakat sipil untuk selalu membantu dan mensupport kasus korupsi ini.
“Kita tidak bisa bergerak sendiri, kita harus bergerak bersama-sama dan saya mengharapkan banten pun bisa demikian”, tegasnya.
Menyambung akan hal itu Koordinator Divisi Kampanye Publik, Tibiko Zabar Pradano menyampaikan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah dari kejati yang telah memberikan tindakan atas dugaan kasus korupsi yang ada di Banten ini.
“Menyoal dana hibah pesantren ini kan, bukan hal yang baru sebetulnya. Kebijakan ini sudah ada di rezim sebelumnya dan hal kasus itu terjadi pada tahun 2013, sempat dibekukan Kemudian diaplikasikan kembali di tahun 2018 sehingga terjadi lagi di tahun ini”, katanya.
Perlu diketahui, ICW pun memiliki catatan bahwa dalam penggunaan dana hibah bansos ini, sebenarnya kerapkali menjadi bancakan politik.
“Kuasa pengguna anggaran di daerah itu adalah kepala daerah dan proses kebijakan dana hibah bansos ditingkat daerah yang penanggungjawab tertinggi ialah pemerintah daerah. Maka dari itu sudah sepatutnya proses penuntasan perkara ini memeriksa pihak2 yang tidak hanya berada tataran birokrasi level bawah dan juga menengah, tapi harus sampai level atas,” jelasnya.
Pihaknya juga menduga, dalam pola korupsi yang marak terjadi tidak dilakukan secara tunggal, melainkan berjamaah dan melibatkan banyak pihak.
“Maka dari itu, pemeriksaan harus sampai ke tataran level atas (kepala daerah)”, tutupnya.
Reporter: Jawier