Pandeglang, hipotesa.id – Kabupaten Pandeglang merupakan satu dari sekian daerah yang melaksanakan Pemilihan Kepala Desa Serentak. Tercatat sebanyak 207 Desa akan melaksanakan pemilihaan pada tangal 18 Juli 2021 mendatang.
Menyambut hal itu, Komunitas Masyarakat untuk Demokrasi (KMD) menggelar diskusi publik dengan tajuk “Siapkah Pilkades Berkualitas?”. Kegiatan tersebut berlangsung di Cafe Pawon Canda, Mandalawangi Pandeglang, Sabtu (12/06/2021).
Koordinator KMD, Anton Purwanto Mengatakan, bahwa Pilkades adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih Kepada Desa.
“Momentum Pilkades harus menjadi langkah pemerintah untuk memberikan pendidikan politik yang baik, guna terciptanya pendewasaan demokrasi di desa,” kata Anton.
Menurut Anton Pada kenyataannya terjadi beberapa persoalan kontradiksi dan kekosongan hukum yang akan berakibat pada kualitas Pilkades. Seperti halnya pada pembentukan penyelenggara atau panitia Pilkades, pendaftaran pemilih, calon kepala desa luar daerah, sanksi tahapan, partisipasi masyarakat dan politik uang.
“Hal tersebut akan menjadi multitafsir yang mengakibatkan penyelenggaraan pilkades tidak mandiri dan berkualitas,” tegasnya.
Sementara,Tatang Ismail Ketua FK BPD Kecamatan Mandalawangi, selaku narasumber dalam kegiatan diskusi tersebut menuturkan, sebagai penanggung jawab Pilkades, ia berharap kenetralitasan dapat di junjung tinggi.
“Salah satu indikator Pilkades berkualitas adalah netralitas penyelenggaranya, terutama penanggung jawab dalam hal ini adalah Badan Permusyawaratan Desa di masing-masing wilayah untuk menjungjung tinggi serta menjalankan aturan yang berlaku, kemudian jika ada ditemukan persoalan politik uang segera laporkan ke pihak yang berwajib, agar Pilkades nantinya melahirkan pemimpin desa yang amanah,” tutur Tatang.
Sementara Febri Setiadi jubir JRDP mengatakan, untuk mengurangi hal krusial lain yang berkenaan dengan Pilkades adalah mengenai mekanisme penanganan pelanggaran dan penyelesaian-penyelesaian sengketa.
Diketahui bahwa regulasi tidak mengatur bagaimana jika terjadi pelanggaran, sengketa proses antara peserta pemilihan dengan penyelenggara, atau antar peserta dengan peserta.
“Misalkan berkenaan dengan kode etik penyelenggara/panitia Pilkades, pelanggaran dalam tahapan pendaftaran pemilih, pelanggaran kampanye, pelanggaran pemungutan dan penghitungan suara, pelanggaran perilaku Calon Kepala Desa, pelanggaran perilaku pemilih, dan pelanggaran politik uang,” ungkap Febri.
Dikatakan Febri, tidak adanya lembaga independen khusus yang dibentuk guna melakukan pengawasan tahapan Pilkades, membuat kosongnya ruang peserta untuk melakukan sengketa proses dan pelanggaran-pelanggaran pada setiap proses tahapan Pilkades.
“Berikutnya adalah bahwa regulasi memberi kewenangan kepada bupati untuk bertindak sebagai pengadil manakala terjadi perselisihan hasil Pilkades. Hal demikian membuat kuasa bupati dapat digunakan sesuai selera politik,” katanya
Diskusi publik ini dihadiri berbagai unsur masyarakat, mulai dari tokoh pemuda, mahasiswa, panitia Pilkades, dan para tokoh masyarakat yang berada di Kecamatan Mandalwangi.
Reporter: Birin Sinichi