Pandeglang, hipotesa.id – Meskipun ditengah situasi pandemi virus Covid-19, tak sedikitpun menyurutkan semangat warga di Indonesia untuk tetap merayakan hari raya Iduladha 1442 H. Selasa (20/7/21).
Pandemi virus Covid-19, tentunya membuat kondisi menjadi darurat. Imbasanya, di beberapa daerah di Indonesia, tidak dapat merayakan hari raya Iduladha seperti biasanya. Hal itu dikarenakan adanya upaya dari pemerintah berupa himbauan untuk merayakan hari raya Iduladha dirumah saja.
Mengingat akan hal itu, kebiasaan yang dilakukan setiap daerah untuk memeriahkan perayaan Idhuladha pasti ditandai dengan penyembelihan hewan kurban. Akan tetapi, bukan Negara Indonesia rasanya, jika tidak mempunyai sebuah tradisi yang dianggap unik untuk proses pemotongan hewan.
Salah satunya daerah Kampung Sompok, Desa Kramat Jaya, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang. Keunikan itu tersaji saat hendak menyembelih hewan kurban.
Tradisi yang dilakukan ketika hewan ingin disembelih yakni, yang pertama hewan kurban ini dibedaki, diberi lipstik, diberikan minyak rambut, sampai hewan kurban itu diberikan cermin untuk mengaca.
Tokoh masyarakat Abah Arma menuturkan, jika hewan kurban berjenis kelamin wanita, akan didandani dengan cara diberikan bedak, lipstik Dan alat kecantikan lainnya. Akan tetapi sebaliknya, jika laki-laki, maka akan dipakaikan minyak rambut lalu disisir dengan rapi.
“Hal tersebut dilakukan atas dasar semata-mata menggambarkan si yang kurbannya”, ujarnya.
Setelah itu, tradisi yang kedua yakni hewan kurban ini jika diperuntukkan untuk wanita, maka hewan ini diberikan sepahan untuk giginya, jika diperuntukkan untuk laki-laki maka akan diberikan rokok, sambil diberikan kemenyan saat hewan kurban akan disembelih.
“Hal tersebut diberikan karena kebiasaan orang dulu kalau wanita mah nyepah, kalau laki-laki biasanya merokok, nah kalo diberikan kemenyan itu bentuk dari penghadang darah supaya tidak muncrat ke saksi,” jelas Abah Arna.
Tradisi yang terakhir, kepala hewan itu dililitkan benang dan diberikan kain kafan di punggungnya, sambil dibakarkan kemenyan di hadapannya.
“Kalau kepalanya diikat tujuannya itu supaya hewan kurban ini bisa dikendalikan nantinya, dan diberikan kain kafan itu supaya suci hatinya yang memberikan kurban ini,” terang abah.
Hal tersebut dibenarkan adanya dan selalu dilestarikan karena itu merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka terdahulu. Tapi banyak dari kalangan masyarakat yang sudah mulai memahami bahwa hal tersebut tidak menimbulkan manfaat apapun.
“Tapi, hal tersebut adalah tradisi peninggalan nenek moyang terdahulu, jadi memang harus dilestarikan. Kalau ditanya hukumnya memang gak ada, cuma dari kalangan para ustadz dan para tokoh membiarkan hak tersebut, yang terpenting tujuannya tidak menyimpang,” tutup abah.
Mengenai akan hal itu, ustad iman, tokoh agama setempat berbicara terkait tradisi kurban yang ada di kampungnya, ia mengatakan bahwa hal itu adalah sebuah tradisi (adat) dimana masyarakat masih ingin melestarikan.
“Yang masih ingin memakai silahkan yang tidak pun gak masalah, dan hal tersebut pun tidak membatalkan kurban, karena tujuannya tidak menyimpang,” jelas iman.
Reporter: Jawier
Editor: Birin