Cilegon, hipotesa.id – Pengelolaan sampah di Provinsi Banten, masih belum menjadi perhatian serius. Kebanyakan, pengelolaannya masih menggunakan open dumping atau sistem sampah terbuka.
Dimana, dalam sistem ini, sampah dibiarkan terbuka begitu saja pada tempat pembuangan akhir, tanpa ada pengelolaan lanjutan.
Meurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah daerah harus meninggalkan sistem open dumping sejak 2013.
Kota Cilegon salah satunya, wilayah yang merupakan bagian dari Provinsi Banten ini, masih mempertahankan sitem pengelolaan sampah, yang seharusnya sudah ditinggalkan.
Pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, yang berlokasi di Kelurahan Bagendung, Kecamatan Cilegon, Kota Cilegon Banten, hingga saat ini masih mengadalkan sistem open dumping.
Kasubag TU UPT TPSA Bagendung, Hatibi, tak menampik, sampah yang dihasilkan dari 8 kecamatan di Kota Cilegon, diangkut ke TPSA Bagendung tanpa ada pengelolaan lanjutan.
“Untuk sementara ini belum ada, masih open dumping, dan pemanfaatannya hanya gas metana aja untuk saat ini,” ujarnya kepada hipotesa.id Kamis (22/72021).
Selain itu, sampah yang berasal dari tiap kecamatan di kota cilegon ini, berakhir di TPSA Bagendung tanpa ada pengelolaan di tingkat sebelumnya.
“Kalau pemilahan hanya pemulung aja. Karena memang itu kan untuk dapur kegiatan mereka,” ujarnya.
Menurut catatan UPT TPSA Bagendung, ada sekitar 40 pemulung yang saban harinya aktif memilah, mana sampah yang memiliki nilai ekonomis, mana yang tidak.
“Tiap hari rame ajah, kalau di data kita sih, itu ada 80, cuman yang saya lihat itu ada sekitar 40 pemulung yang aktif,” tuturnya.
Sementara itu, menurut salah satu pegiat lingkungan, Holis, pengelolaan sampah tidak akan berhasil secara maksimal, jika penanganananyna tidak dimulai dari sumbernya, yakni mulai dari skala rumah tangga.
“Pengelolaan sampah itu sebenenya harus dari tingkat dasar, nah yang punya kebijakannya itu siapa ? yang punya kebijakan itu lurah. Lurah punya basis yaitu masyarakat, RT/RW. Kelurahan bisa engga misalnya punya program soal penyelesaian sampah ? harusnya bisa,” paparnya. Jum’at (23/01/2021)
Pria yang juga penggerak Bank Sampah Sanggar Wuni ini mengatakan, dengan adanya Dana Pembangunan Wilayah Kelurahan (DPWKel) pihak kelurahan harusnya mampu mengupayakan adanya pengolahan sampah di tingkat dasar.
“Misalkan dibuatkan tempat pengelolaan sampah, dibuatkan TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle),” ujarnya.
Proses pengolahan sampah di TPS 3R ini, dilakukan mulai dari memilah sampah berdasarkan jenisnya. Sampah organik diolah secara biologis, sedangkan yang anorganik didaur ulang sehingga memiliki nilai ekonomis.
“Nah sampah itu jangan dulu dibuang ke Bagendung, tapi di stop dulu di TPS 3R. Ini yang organiknya, ini yang misalkan organik bisa dibuat magot, trus ini sampah yang bisa di recycle dikumpulin,” ujarnya.
Reporter: Bd Chandra
Editor: Birin Sinichi