Lebak, hipotesa.id – Menyoal pemecatan 23 pekerja kebersihan di lingkungan RSUD Malingping, yang dilakukan oleh PT Azaretha Hana Megatrading (AHM), Organisasi Masyarakat (Ormas) Badak Banten Perjuangan (BBP) lakukan audiensi dengan pihak RSUD Malingping dan pihak perusahaan, Senin (9/8/21).
Dalam audiensi ini, BBP meminta penjelasan dan mendesak PT AHM mengevaluasi kejanggalan yang dinilai sudah merugikan karyawan, serta dugaan pelanggaran aturan ketenagakerjaan oleh pihak perusahaan.
“Kami mempertegas, siapapun boleh memiliki usaha di wilayah Kabupaten Lebak, dengan catatan memiliki komitmen yang jelas terhadap pemberdayaan sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak,” kata Ketua DPC BBP Lebak, Erot Rohman.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT AHM, Dodong, menyebutkan bahwa pemecatan itu terjadi akibat adanya pembatalan PKWT oleh para karyawan karena menuntut kenaikan gaji sesuai UMK.
“Ini diawali pembatalan PKWT, jadi temen-temen CS membatalkan PKWT, jadi kami tidak melakukan pemecatan sepihak, tetapi mereka sendiri yang membatalkan perjanjian kerja, kebetulan pelaksanaannya dalam prosedur kami,” ucapnya.
Soal keterlambatan gaji, Dodong mengakui bahwa hal itu terjadi dikarenakan ada alasan tertentu. “Soal telat pembayaran gaji, kami akui memang ada beberapa bulan telat membayar gaji, tetapi ada alasan yang krusial, tetapi sebelumnya kami tidak pernah telat, dan pada hari ini semuanya sudah dibayarkan,” tuturnya.
Adapun soal kesanggupan menggaji karyawan sesuai UMK Lebak, yang sudah disepakati saat penandatanganan kontrak dengan pihak RSUD Malingping. Dirinya mengelak, bahwa hal itu bukan kapasitasnya.
Saat dipertanyakan tentang siapa yang harus bertanggungjawab, Dudung pun hanya menjawab tidak tahu. “Itu bukan kapasitas kami, itu di luar kapasitas kami. Kami tidak tahu,” ungkapnya.
Lanjutnya, dalam memberikan gaji karyawan, pihaknya mengaku bahwa hal itu merupakan kewenagan internal perusahaan.
Dituturkan Dodong, keputusan yang pernah disetujui bersama apabila dikemudian hari terjadi kendala, maka perjanjian itu bisa diubah.
“Jadi setiap pernyataan atau sebuah peristiwa, dalam bentuk pernyataan apapun itu akan batal dengan sendirinya, apabila sebuah peristiwa itu terjadi berbeda substansi dengan Undang-undang yang ada di atasnya,” tuturnya.
“Artinya jika kita melakukan keputusan, kesepakatan yang di atasnya ada aturan yang lebih jelas dan bertentangan dengan aturan, maka akan batal secara sendiri,” sambungnya.
Sementara, dihubungi terpisah, menurut pengakuan salah satu karyawan yang menjadi korban pemecatan, Satire*, menyangkal atas semua apa yang disampaikan oleh Direktur PT. AHM.
Dikatakannya, bahwa keterlambatan bukan hanya terjadi beberapa bulan, akan tetapi terjadi di dua periode.
Soal pembatalan PKWT, dinilai hanya sebagai alasan. Dijelaskannya bahwa pemecatan tersebut dikemas dengan tes wawancara.
“Mohon untuk di garis bawahi, bahwa keterlambatan penggajihan itu bukan hal krusial, justru kalau kita baca secara seksama, penuturan PPK bahwa di akibatkan perusahaan enggan untuk membayar PPH dan PPn,” tegasnya.
Diketahui, dalam audiensi tersebut, terdapat 5 poin yang disampaikan BBP kepada PT AHM, diantaranya:
Pertama, mendesak pertanggungjawaban PT AHM yang telah melakukan rekrutmen karyawan di saat PPKM dengan tidak memperhatikan Prokes.
Kedua, menurut BBP rekrutmen yang dilakukan oleh PT AHM adalah bentuk rekrutmen yang tidak fair, mengingat seluruh karyawannya masih terikat kontrak hingga lima bulan ke depan.
Ketiga, pembayaran honorarium yang tidak tepat waktu dan dibawah UMK Lebak.
Keempat, mendesak PT AHM yang sudah melakukan pemutusan kontrak kerja sepihak untuk menyelesaikan segala bentuk kewajibannya terhadap seluruh karyawan CS.
Kelima, akan melaporkan PT AHM kepada Pihak Disnaker Kabupaten maupun provinsi terkait sejumlah kecurangannya, diantaranya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 54 Ayat 3, dimana PT AHM tidak memberikan salinan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) kepada karyawan.
Reporter: Birin Sinichi