Serang, hipotesa.id – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, untuk pertama kalinya mengundang permohonan klarifikasi kepada karyawan dan manajemen PT Azharetha Hana Magatrading (AHM) , Kamis (2/9/21).
Pertemuan tersebut untuk melakukan mediasi terkait nasib 23 karyawan Cleaning Service dilingkungan kerja RSUD Malingping yang merasa di PHK secara sepihak oleh PT AHM, selaku perusahaan penyedia jasa.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut, diduga kuat akibat dari dampak pengajuan kenaikan gaji sesuai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Lebak.
Yang mana dalam Surat Keputusan Gubernur Banten Nomer : 561/Kep.272-Huk/2020 Tentang penetapan UMK di Provinsi Banten Tahun 2021. UMK terendah di Banten jatuh pada Kabupaten Lebak yaitu Rp2.751.000 Per bulan.
PT. AHM selaku perusahaan outsourcing Kebersihan di RSUD Malingping membayar upah kerja dibawah UMK Kabupaten Lebak per bulannya yaitu Rp2.200.000/Bulan.
Menanggapi soal upah, Direktur PT AHM, Dodong, mengatakan bahwa perusahaannya merupakan perusahaan kecil. Ia melanjutkan, didalam aturan yang berlaku dijelaskan bahwa perusahaan tidak mesti membayar sesuai UMK/UMP.
“Kami punya hak di situ, lebih kepada bagaimana kesepakatan. Dan itupun di buktikan dengan kesepakatan tertulis PKWT yang di buat di awal-awal kontrak,” terangnya.
Selain persoalan upah yang tidak sesuai dengan UMK. PT AHM pun sering mengalami keterlambatan pembayaran setiap bulannya hingga dua bulan lebih baru dibayar.
PT AHM membayar upah per Maret-April 2021 pada tanggal 03 Mei 2021 sebesar Rp2.200.000. Dan membayar upah per bulan Mei – Juni pada tanggal 7 Juli 2021 Sebesar Rp1653.942 dan pada tanggal 21-Juli 2021 Sebesar Rp2.746.058.
Soal keterlambatan upah, Dodong mengakui bahwa hal itu memang terjadi. Akan tetapi, keterlambatan ini pun berdasar dan beralasan.
“Kami baru di bayar per lima bulan terakhir dari mulai kontrak oleh RSUD Malingping. Tetapi bukan berarti itu alasan kami untuk tidak membayar. Di bulan sebelum lebaran kami membayar tuntas,” ucapnya.
“Perjanjian kami dengan RSUD Malingping bulan pertama kami membayar. Bulan berikutnya pihak Rumah Sakit bayar ke kami. Kami penuhi kewajiban kami, meskipun hak kami belum dipenuhi. Sebelum mereka keluar pun kami sudah melunasi,” sambungnya.
Adapun menyoal PHK sepihak, Dodong mengelak bahwa hal itu tidak benar, dikatakan Dodong, bahwa para karyawan sendiri yang mengundurkan diri dengan membatalkan perjanjian yang di buat di pada bulan Februari.
“Dalam kontrak dalam PKWT, akan ada evaluasi per 3 bulan, kebetulan evaluasi triwulan kedua ada evaluasi. Setelah ada evaluasi kebetulan ada protes yang mengharapkan mereka berharap ada kenaikan gajih sesuai UMK,” tutupnya.
Hengky, mediator Disnakertrans Pemprov Banten, dihadapan perwakilan 23 karyawan RSUD Malingping dan PT AHM menyampaikan, setelah kami pelajari dari permohonan pihak pekerja dan tanggapan dari pihak perusahaan. Pihak mediator Pemprov Banten memilah, di UU Cipta Kerja ada hak normatif dan hak yang bisa masuk dalam perselisihan.
“Saya sudah mempelajari permasalahan dan berkordinasi dengan penyidik, dan sudah kami sampaikan jika permasalahan normatif menjadi urusan kami,” ucapnya.
“Soal upah denda dalam ketanagakerjaan pastinya ada kriteria tertentu yang bisa digunakan,” sambungnya.
Henky juga menjelaskan kepada pihak perusahan, agar jangan berasumsi bahwa apa yang dilakukannya itu sudah benar. Menurutnya, kegiatan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan sudah ada didalam undang-undang dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahan.
“Perselisihan ini syukur-syukur bisa diselesaikan oleh saya, kalau seandainya pihak perusahan tidak mau, maka proses ini kita lanjut, seperti yang normatif kita pisahkan, PHK kita pisahkan,” tegasnya.
Diketahui dalam mediasi tersebut, tidak terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Setelah ditawarkan beberapa pilihan, pihak karyawan memilih untuk meminta upah sisa kontrak dibayarkan sepenuhnya, dan menolak bekerja kembali karena dinilai tidak akan terjalin keharmonisan di tempat mereka bekerja.
Sedangkan saat dimintai pilihan, pihak perusahaan engan memutuskan. Pihak perusahaan meminta klarifikasi tahap II, dengan alasan harus merumuskan keputusan dengan jajaran struktural perusahaan.
Pada akhirnya pihak karyawan memilih untuk menemui penyidik dan meminta surat rekomendasi untuk membawa permasalah ke Hubungan Industrial (HI).
Reporter: Birin Sinichi