Cilegon, hipotesa.id – Kordinator Majelis Daerah KAHMI Kota Cilegon, Dedy Arisandi, sangat menyayangkan atas tindakan pengusiran yang dilakukan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPRI Bambang Haryadi, kepada Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim pada rapat dengar pendapat. Senin, 14 Februari 2022.
Menurut Dedy Arisandi, pengusiran tersebut dilakukan hanya karena persoalan saudara Silmy Karim dianggap tidak tidak memahami mekanisme sidang.
Padahal, dijelaskan Dedy Arisandi, bahwa sesungguhnya substansi dari rapat tersebut, adalah untuk mengetahui sejauh mana persoalan yang terjadi pada PT. Krakatau Steel.
“Sebaiknya pimpinan sidang tidak mengedepankan arogansi, hanya karena persoalan saudara Silmy berani mendebat tuduhan yang disangkakan terhadap Silmy, sebaiknya dengarkan dulu apa yang disampaikan Silmy,” jelasnya.
Menurutnya, pimpinan sidang seharunya bisa memberikan waktu kepada Silmy Karim untuk memaparkan persolan mendasar yang dinilai sebagai penyebab Krakatau Steel sulit maju.
“Karena kita meyakini, Silmy jauh lebih memahami penyakit Krakatau Steel. Apa dan jenis obat apa yang harus dikonsumsi, agar krakatau Steel segera pulih dari penyakitnya,” paparnya.
Dedy Arisandi berharap, ke depan para anggota dewan bisa lebih bijak dalam merespon dinamika persidangan, dan lebih mengedepankan substansi persidangan ketimbang persoalan hormat menghormati.
“Kalau sudah begini apa yang bisa dihasilkan dari rapat? Ke depan kita berharap anggota dewan lebih bijak dalam merespon dinamika yang terjadi dalam persidangan jangan mengedepankan ego kelembagaan,” tutupnya.
Untuk diketahui, pengusiran tersebut terjadi saat Komisi VII memiliki agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim terkait beberapa hal.
Di antaranya, perkembangan smelter di Kalimantan Selatan, blast furnace yang mangkrak, penjelasan terkait impor baja, dan lain-lain.
Dalam paparannya, Silmy menjelaskan bahwa penghentian operasional blash furnace tersebut karena alasan rugi. Namun, hal itu dikritik oleh Bambang, sebab dinilai tak sejalan dengan upaya memperkuat produksi dalam negeri.
“Ini bagaimana pabrik blast furnace ini dihentikan, tapi mau memperkuat produksi dalam negeri? Ini jangan maling teriak maling. Jangan kita ikut bermain, tapi pura-pura gak ikut bermain,” kata Bambang, Senin (14/2).
“Maksudnya maling bagaimana?” tanya Silmy seketika menimpali.
Bambang kembali mempertegas pertanyaannya mengenai upaya perusahaan pelat merah itu untuk ambil andil memperkuat industri baja nasional melalui pabrik blast furnace. Silmy pun berusaha menjelaskan.
Namun, respons Silmy itu dinilai oleh Komisi VII tidak sesuai dengan teknis persidangan lantaran berbicara sebelum dipersilakan. Bambang pun geram.
“Ada teknis persidangan. Kok kayaknya Anda enggak pernah menghargai Komisi VII. Kalau sekiranya enggak bisa ngomong di sini, Anda keluar!” kata Bambang.
“Baik, kalau memang harus keluar. Kita keluar,” jawab Silmy. ***