Cilegon, hipotesa.id – Tarif Pelayanan Jasa Pelabuhan di dua pelabuhan yang ada di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon, yang dikelola PT Pelindo II Banten dan PT Krakatau International Port (KIP) mengalami kenaikan tarif mulai tanggal 1 Mei 2022.
Tak ayal hal ini pun menuai protes dari para pelaku usaha, yang mengaku keberatan atas kebijakan PT Pelindo II (Persero) dan juga PT KIP yang menaikkan sejumlah pos tarif tersebut.
Para pelaku usaha menilai bahwa kenaikan tarif ini bisa berimbas cukup besar terhadap harga produk atau material produksi. Pasalnya kenaikan tarif kali ini cukup tinggi, bahkan dalam beberapa item ada yang mencapai dua kali lipat hingga 4 kali lipat.
Diketahui dari surat edaran PT Pelindo II Banten diketahui, seperti pelayanan jasa sandar dermaga untuk kapal barang curah naik menjadi Rp2.258 per ton/m3 dari besaran tarif sebelumnya Rp1.613.
Sedangkan untuk tarif jasa penumpukan (storage) barang curah di lapangan/stockpile menjadi Rp3.300 per ton/m3 per hari, dan untuk penumpukan di gudang dikenai tarif Rp3.850 per ton/m3 per hari.
Selain itu, kenaikan signifikan pada jenis tarif lainnya, yakni Port Facility Service (PFS) yang diganti menjadi tarif tanda masuk Pas Barang, dari sebelumnya sebesar Rp5.000 per ton/m3 saat ini naik menjadi Rp7.000 per ton/m3.
Terlebih tarif jasa sewa alat bantu bongkar muat, dari sebelumnya tarif Rampdoors hanya Rp3 Juta per kegiatan, kini menjadi Rp3.000 per ton/m3. Selain itu sewa Excavator Rp522.000 per jam per unit, Wheel Loader Rp551.000 per jam per unit, dan juga hal-hal lainnya.
Namun, sejumlah pengguna jasa di wilayah Ciwandan Kota Cilegon ini mengaku keberatan dan melayangkan protes atas kenaikan tarif jasa pelabuhan tersebut.
Salah satunya Manajemen PT Jawa Manis Rafinasi (JMR) yang diwakili M Syach. Mengakui bahwa kenaikan tarif jelang Hari Raya Idul Fitri kemarin cukup mendadak dan memberatkan.
“Infonya sangat mendadak dan kenaikannya sangat signifikan. Sudah pasti akan ada kenaikan biaya logistik,” ujar M Syach dihubungi wartawan, Minggu (8/5/2022).
PT JMR sendiri selama ini diketahui merupakan customer di Pelabuhan Pelindo II Banten, M Syach juga mengaku akan membahas dalam rapat soal hal ini dan memungkinkan untuk melayangkan surat keberatan atas kenaikan tarif tersebut.
Hal senada diungkapkan Maman Suherman, pimpinan Stockpile Batubara PT Indocement di Ciwandan. Dia membenarkan bahwa kenaikan tarif Pelabuhan yang berlaku saat ini sangat signifikan.
“Saya akan buat surat ke pihak operator pelabuhan, dan semua customer merasa keberatan dan sudah banyak yang komplen soal ini,” ujar Maman kepada wartawan.
Maman juga menyesalkan bahwa tidak ada pembahasan bersama dan kesepakatan dengan pemilik barang yang selama ini jadi pengguna jasa pelabuhan, terkait kenaikan tarif ini. Namun dia mendapatkan informasi bahwa kenaikan tarif sudah berdasarkan persetujuan dari Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) dan organisasi lainnya.
“Mereka hanya info ke customer tarif lama dan baru, kalau begini customer bisa hengkang,” ujarnya.
Di lain pihak, Ketua Masyarakat Transportasi Banten (MTB), Ues Abu Bakar, menilai kenaikan tarif dinilai tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik dari 23,5 persen menjadi 17 persen pada 2024.
Selain itu, pengenaan tarif baru untuk biaya penumpukan (storage) dan biaya sandar dermaga tersebut dipandang kontraproduktif terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan pemerintah. Padahal dukungan berupa stimulus dan insentif yang digelontorkan pemerintah melalui program PEN telah banyak membebani keuangan negara.
Ues menuturkan kenaikan tarif di pelabuhan juga akan berdampak luas ke berbagai sektor usaha yang terkait. Hal ini dikarenakan posisi pelabuhan sebagai lini penghubung kegiatan produksi dan perniagaan.
Perubahan skema tarif di pelabuhan, dengan demikian tidak hanya berdampak pada sektor logistik, tapi juga pada sektor industri, kegiatan ekspor-impor hingga konsumen.
“Kenaikan sejumlah pos tarif ini akan berdampak langsung pada peningkatan biaya logistik. Dan selanjutnya merambah dampaknya pada peningkatan biaya bahan baku industri, peningkatan harga jual barang jadi, dan penurunan daya saing industri nasional secara umum,” jelas Ues.
Selain itu, Ues berpendapat momentum kenaikan tarif kali ini kurang tepat. Pasalnya, kondisi perekonomian masih negatif akibat pandemi covid-19 dan baru saja melewati Hari Raya Idul Fitri.
“Pengusaha sudah menghitung mati-matian untuk mengurangi cost logistik. Pasalnya tidak hanya dari kenaikan tarif jasa pelabuhan. Tapi perusahaan logistik saat ini masih beban cost lainnya seperti mandatori tunjangan hari raya, naiknya harga tol, juga transformasi truk kapasitas berlebih Over Dimention Over Loading (ODOL).
“Sekarang tiba-tiba ini naik, supply chain cost pasti akan naik. Kita mau ngomong ke pemerintah ini gimana tatanan biaya ini tertekan. Menurut saya Kementerian Perhubungan harus turun tangan untuk mengoreksi kebijakan ini, artinya harus melihat poin-poin yang menyebabkan suplai chain cost naik,” tutupnya. (***)