Anak yang lahir ke dunia membawa potensi yang diwarisi dari orang tuanya, salah satunya yaitu kecerdasan. Kecerdasan tidak bisa dinilai ataupun diukur hanya melalui skor angka. Beberapa kasus menyatakan seseorang dengan nilai kecerdasan IQ tinggi dan berprestasi di bidang akademik atau merupakan seseorang yang menjadi idola karena prestasi akademik yang dia dapat, namun tidak mampu memahami dirinya dengan baik, dan orang lain. Anak yang pandai dalam bidang akademik belum tentu bisa mengendalikan emosinya, banyak terjadi anak yang pandai dalam akademik memiliki sifat pemarah, sulit mengontrol dirinya bahkan terkesan tidak memperdulikan orang yang ada disekitarnya. Perilaku tersebut merupakan perilaku seseorang yang tidak memiliki kecerdasan emosional dalam dirinya.
Keterampilan memahami diri, membantu anak untuk menilai secara akurat kinerja dan perilaku mereka sendiri serta kemampuan untuk menanggapi berbagai situasi sosial dengan tepat. Kemampuan anak didalam memahami diri mereka sangat membantu untuk perkembangan emosional anak, sehingga anak mampu menilai kemampuan yang ada didalam dirinya serta mampu melihat persoalan yang ada di lingkungannya. Kemampuan anak dalam mengontrol diri atau self control ditentukan oleh kemampuan mengontrol kognitif dan emosional anak usia dini. Pengaturan diri secara efektif dapat mempercepat hasil belajar, karena anak yang memiliki perhatian yang kuat akan mampu mengontrol, memfokuskan serta mampu mengabaikan hambatan-hambatan yang terjadi.
Terdapat Sembilan bentuk kecerdasan yang dikenal dengan istilah kecerdasan majemuk. Kesembilan bentuk kecerdasan maejmuk tersebut adalah kecerdasan musical, naturalis, linguistik, interpersonal, visual atau spasial, logika matematika, kinestetik, dan kecerdasan moral. Sejumlah dampak pandemi Covid-19, secara psikologis juga dirasakan anak. Mereka mulai jenuh belajar di rumah dan orang tua pun yang mendampingi pembelajaran selama di rumah mengalami kebingungan. Konsentrasi belajar pun mudah terpecah dan anak pun lebih banyak menghabiskan waktu menatap layar, bukan untuk belajar melainkan untuk bermain games. Kondisi tersebut perlu disikapi oleh para orang tua. Psikolog Perkembangan Anak dari Universitas Gadjah Mada, Dr Aisah Indati MS Psikolog, mengatakan dalam kondisi seperti itu perlu adanya kegiatan yang melibatkan orang tua dan anak. Kolaborasi antara orangtua dan guru juga sangat penting untuk menunjang keefektifan fokus belajar anak.
Peristiwa pandemi covid-19 dapat menimbulkan keadaan yang kurang menyenangkan, sehingga hal yang terjadi adalah emosi negatif, karena kita tidak bebas lagi bepergian dan melakukan pertemuan-pertemuan dan harus selalu menjaga jarak. Di sini dibutuhkan pengelolaan emosi yang baik dan cerdas. Pengaruh positif kecerdasan emosional terhadap pengendalian kondisi psikologis atas perubahan sangatlah tinggi. Dengan adanya kecerdasan emosional yang tinggi, seseorang dapat memiliki pemahaman kesadaran diri yang baik tentang emosi dirinya, memiliki kemampuan mengatur diri, kemampuan untuk mencoba yang terbaik, memiliki pemahaman yang baik tentang orang-orang di sekitarnya serta senantiasa memelihara hubungan sosial. Dengan demikian, kecerdasan emosional memperkuat pengendalian kondisi psikologis atas suatu perubahan, karena meningkatkan rasa bahwa dengan perubahan kita harus bisa tetap bertahan. Dengan demikian kecerdasan emosional, mampu memperkuat pengaruh terhadap pengendalian kondisi psikologis dalam menghadapi perubahan. Dengan adanya kecerdasan emosional yang tinggi seseorang dapat memiliki pemahaman kesadaran diri yang baik tentang emosi dirinya sendiri, memiliki kemampuan mengatur diri, kemampuan untuk senantiasa mendorong diri untuk mencoba yang terbaik, memiliki pemahaman yang baik tentang orang-orang di sekitarnya serta senantiasa memelihara hubungan sosial.
Diawal masa pandemi memang sangat sulit menyeimbangkan pembelajaran terkait stimulasi kecerdasan emosional. Tetapi itu bukan suatu halangan setelah melihat perpanjangan PSBB yang pemerintah tetapkan akhirnya guru dan orangtua lebih ekstra bekerjasama. Menurut Ibu Hilda kegiatan yang dapat menstimulasi kecerdasan emosional ketika masa pandemi seperti ini adalah pemberian contoh dan metode bercerita tentang sikap-sikap baik. “Metode untuk menstimulasi kecerdasan emosional ketika dimasa pandemi seperti biasanya kita menggunakan metode bercerita dan bernyanyi. Cerita kisah-kisah yang menimbulkan sikap positif untuk diri si anak. Paling penting adalah metode pemberian contoh kegiatannya bisa kita terapkan dulu dengan orangtua. Setelah orangtua paham dengan tujuan sikap yang ingin kita bentuk barulah berikan pembiasaan. Sikap emosional anak suka berubah-ubah jika tidak dibiasakan.” Guru juga bisa menggunakan media sosial seperti video call melalui whatsaap. Ketika melakukan video call tersebut bisa dilihat bagaimana ekspresi anak ketika bertemu dengan teman dan bagaimana sikap anak menerima pembelajaran dari gurunya langsung. Ada juga pemberian tugas melalui online berupa video. Jika pemberian tugas melalui video guru juga bisa melihat bagaimana minat anak dalam mengerjakan tugasnya. Pengembangan kecerdasan emosional anak juga diarahkan sesuai lingkup perkembangan anak. Salah satunya juga mengacu pada tingkat pencapaian perkembangan anak yang ada dalam kurikulum sekolah yaitu : bersikap mandiri, patuh pada aturan yang dibuat orangtua atau guru, mampu mengontrol emosinya dengan wajar, mampu menghargai oranglain, bersikap kooperatif dengan temannya. Pengembangan kecerdasan emosional diharapkan dapat mengarahkan anak dari sifat egosentris ke arah sosiosentris, memperluas pertemanan anak, dan membantu anak belajar menyesuaikan diri agar dapat diterima secara sosial maupun disaat perubahan zaman.
Penulis : Fadhilah Yulian