Jakarta, hipotesa.id – Kehadiran Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dalam acara silaturahmi bersama ratusan ribu relawannya di Stadion GBK, Jakarta, pada Sabtu, 26 November 2022 kemarin, nampaknya banyak menuai kritik.
Mengingat, kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan sikap kesetiaan mereka terhadap Presiden Jokowi menjelang akhir masa jabantannya, sekaligus mendekati Pemilu tahun 2024.
“Rakyat kecewa dengan sikap presiden yang tidak netral dalam menghadapi pemilu mendatang, seperti yang dicontohkan pemimpin-pemimpin sebelumnya” kata Ricky Kurniawan Chairul, Deputi Badan Komunikasi dan Strategi DPP Partai Demokrat.
Dikatakan Ricky, kegiatan ini juga tidak semestinya dilakukan, apalagi di situasi masyarakat Indonesia yang sedang berduka, akibat dilanda musibah berupa bencana alam yang menimpa Kabupaten Cianjur dan sekitarnya, yang menelan ratusan korban jiwa.
Ricky Menilai, kegiatan ini merupakan bentuk dari kemunduran demokrasi di Indonesia, serta matinya hati nurani dan etika pemimpin negeri.
“Kemunduran demokrasi itu nyata dan terang benderang. Etika politik tidak dicontohkan oleh pemimpin negeri,” kata Ricky.
Sebagai bentuk perbadingan, Ricky mengatakan bahwa di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika SBY menjabat sebagai kepala negara, SBY tidak sama sekali mencampuradukan jabatannya sebagai presiden dengan pelaksanaan pemilu pada tahun 2009 dan 2014.
“Sikap kebijaksanaan pak SBY berhasil meyakinkan kita bahwa pemerintah pada saat itu, tidak pernah mencampuradukan posisinya sebagai kepala negara dengan pesta demokrasi,” terangnya.
“Terbukti, tanpa campur tangan kepala negara, membuat pelaksanaan pemilu di era pak SBY, berhasil menciptakan pemilu yang sehat, bersih dan tanpa tekanan apapun. Dibuktikan dengan banyaknya calon presiden yang berani mencalonkan diri, untuk dipilih oleh masyarakat. Itu semua merupakan bukti kongkrit sebagai indikator kemajuan demokrasi di tanah air ini,” tutupnya. ***