Lebak, hipotes.id – Kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kab. Lebak dan PPK se Kabupaten Lebak semakin di santer. Hal itu lantaran banyakanya anggota PPS yang dilantik diduga double job (Rangkap jabatan).
Mahasiwa UNTIRTA (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) Muhamad Taufik Ramdan melaporkan KPU Kab. Lebak dan PPK Se Kab. Lebak ke DKPP RI atas dugaan pelanggaran kode etik yang ditemukannya.
Taufik menyamampaikan, dari 1.035 (Seribu Tiga Puluh Lima) anggota PPS yang dilantik, ditemukan 500 anggoa PPS yang diduga terindikasi rangkap jabatan atau sudah terikat kontrak kerja di intansi lain. Sabtu (04/02/2023).
“ Perangkat Desa 101 orang, PNS 35 orang, PPPK 28 orang, 50 orang guru honorer di lingkungan provinsi banten, PKH 13 orang, PLD 11 orang, 106 Guru Honorer Kemenag KEMENAG di lingkungan pemerintah Kab. Lebak, total keseluruahn ada 500 orang” tutur Taufik.
Lanjut Taufik, dilantiknya ratusan anggota PPS yang double job, maka hal itu melanggar pasal Pasal 6 Ayat (3) huruf c Juncto Pasal 12 huruf a dan Pasal 6 ayat (3) huruf e Juncto Pasal 14 huruf a Pasal 7 ayat 1 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemelihan Umum. Di dalam laporannya taufik mengaku melampirkan kurang lebih 10 alat bukti dan salinan berita media online.
Sejak awal tutur taufik, pihaknya menemukan kecacatan pada seleksi admnistrasi calon anggota PPS dengan tidak melampirkan surat pernyataan tidak sedang terikat pada pekerjaan lain.
“pada saat tes wawancara dilakukan oleh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di masing-masing kecamatan yang mana tes wawancra menjadi penentu lolos atau tidaknya peserta menjadi anggota PPS terpilih kendati peserta mendapatkan nilai tertinggi pada saat tes CAT” imbuhnya Masih kata dia, dasar pelaporan lain yaitu mekanisme tes wawancara PPS serentak yang ditudingnya hanya sekedar seremonial belaka, pasalnya tidak ada pengumuman nilai hasil tes wawancara.
“pada saat tes wawancara yang dilakukan serentak di masing-masing PPK se kabupaten lebak terkesan hanya formalitas, tes wawancara yang nilainya tidak di umumkan bukti bahwa PPK tidak professional, tidak berintegritas, dan tidak transparan, artinya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK telah terjadi pada saat tes wawancara yang meloloskan peserta yang memiliki pekerjaan di intansi lain atau rangkap jabatan” katanya.
Taufik juga menuding KPU Kab. Lebak tidk menggubris kegaduhan public yang terjadi dampak dari kasus dugaan rangkap jabatan, namun tidak dijadikan pertimbangan dengan tetap melaksanakan pelantikan.
“banyaknya anggota PPS terpilih yang rangkap jabatan diduga kuat sudah diketahui oleh KPU kabupaten Lebak dari seleksi administrasi hingga pada saat penetapan dan KPU Kab. Lebak tetap melakukan pelantikan padahal adanya peserta seleksi PPS yang rangkap jabatan atau double job sudah menjadi opini public” tuturnya
Terakhir, taufik menyampaikan adanya rangkap jabatan pada PPS (Panitia Pemungutan Suara) disinyalir memunculkan konflik kepentingan.
“adanya rangkap jabatan pada PPS sangat berpotensi memunculkan konflik kepentingan, seperti praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)” tutupnya.