Jakarta – Rancangan Undang- Undang( RUU) tentang Kesehatan berformat Omnibus Law telah ditetapkan menjadi inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke- 16, Selasa (14/2/2023). Dalam RUU tersebut, posisi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS) menjadi sorotan lantaran tidak lagi berada di bawah Presiden langsung.
Faisal Dudayef, Ketua Bidang Pembinaan Anggota Badan Koordinasi( Badko) Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) Jabodetabeka- Banten menolak rancangan RUU Kesehatan tersebut karena menurutnya akan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
“Akan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, karena dalam amanat UU SJSN (Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional), BPJS adalah badan hukum publik yang mandiri, ” ungkap Faisal dalam keterangannya Jumat (17/02/2023)
Faisal juga menambahkan, BPJS Kesehatan merupakan badan publik yang setara dengan Kementrian Kesehatan (Kemenkes), dengan posisinya dibawah Presiden, maka BPJS Kesehatan secara kedudukan tersebut jauh lebih kuat dan jauh dari kepentingan oknum- oknum tertentu. “Dengan berada di bawah Presiden, independensi BPJS Kesehatan dan kemanfaatannya bisa dirasakan Masyarakat, ” Tegasnya.
Faisal melanjutkan, perbaikan sistem kesehatan di Indonesia haruslah dilihat secara luas, karena didalamnya terdapat para pekerja Kesehatan yang berkaitan langsung dengan masyarakat dan terpenting pembuatan sistem kesehatan bertujuan untuk Masyarakat Indonesia agar mencapai derajat kesehatan yang tinggi.
“Bisa dengan perubahan atau perbaikan UU di bidang kesehatan. Tapi, kata dia, hal itu harus melalui proses yang benar dengan melibatkan stakeholder kesehatan yang benar- benar Ahli,” lanjutnya
” Dari banyak kajian yang dilakukan terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan, banyak hal yang ternyata kurang tepat, baik pada sisi keadilan, kemanfaatan maupun kepastian hukum, ” Tutupnya