Opini, hipotesa.id – Aktor pemimpin sangat mempengaruhi lingkungan organisasinya atau bahkan lingkungan sosial secara meyeluruh sehingga pemimpin bisa menjadi pembeda ditengah kondisi soisal tersebut. Simplifikasi dari definisi pemimpin adalah orang yang mempengaruhi individu atau kelompok yang lebih besar untuk sampai pada kerja-kerja sesuai dengan kesepakatan bersama secara ideologis.
Pemimpin HMI harusnya adalah Pemimpin yang transformatif dan diartikan sebagai pemimpin yang mampu memberikan perubahan yang progresif terhadapat anggotnya.
Sifat kepemimpinan ini bisa kita lihat dari bagaiamana seorang pemimpin terbuka, terhadap ide-ide baru serta visioner dan mampu mendestruksi status quo yang menghambat dan menimbulkan kejumudan dalam berkreasi dan berinovasi sehingga, yang harus di lakukan secara personal sebagai seorang pemimpin adalah merdeka dan membebaskan dirinya dari stagnasi berfikir. Pemimpin HMI harus merupakan pemimpin yang transformatif dan melihat peluang besar bagi kedaulatan nasional secara eksternal dan kejayaan organisasi secara internal.
Dalam konteks kedaulatan kita tidak hanya membahas mengani apa yang ada di permukaan bumi dan berada di jalur udara nasional. Kita juga harus menggeser paradigma itu pada kerentanan dan potensi antariksa yang memberikan dampak terhadap Ekonomi, politik hingga keamanan nasional. Perkembangan isu kenatariksaan sendiri bukan hal yang baru tetapi diskursus mengenai ini semakin melebar Ketika terjadi perang dingin. Dimana rusia berhasil mengorbitkan sebuah satelit Sputink I yang mana sebagai tanda dimulailah perlombaan dari kekuatan keantariksaan (Space Race) Amerika itu sendiri. Hal ini membuka runag pada potensi-potensi yang tidak terduga walupun hadirnya UNCOPUOS (United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space) untuk mengafirmasi bahwa tujuan diruang angkasa bukan milik negara secara mandiri melainkan milik bersama dengan maksud tujuan damai.
Namun kecendrungan seperti adanya pemanfaatan atau eksploitasi di geosinkron atau geostasioner membuat Indonesia ternacam karena negara ini di lalui oleh garis equator atau garis katulistiwa yang dalam proyeksinya merupakan jalur dari orbi geostasioner satelit. Menurut sumber Union of Concerned Scientists, 2019 total satelit yang melewati jalur geostasioner Indonesia berjumlah 150 satelit itu menca kunegara Amerika Serikat, Cina, India dan beberapa negara yang memiliki kuatan antariksa secara merata.
Geostasioner merupakan sumber daya alam yang terbatas karena slot orbit yang berbeda, sehingga jika telat sedikit saja dalam menentukan program tuju tahun, dalam rangka mengisi orbit geostasioner maka orbit akan diambil alih oleh negara lain.
Wilayah keantariksaan Indonesia sendiri sudah di tentukan didalam Undang Undang keantariksaan No.21 Tahun 2013 tetapi belum di sepakati rezim internasional akibat dari orientasi keantariksaan dengan maksud damai. Kecendrungan belum tentu bertahan lama sementara Cina sudah mengembangakan ASAT (Anti Satellite) Weapon pada 2006 dan bisa melumpuhkan satelit seketika baik dalam fungsi militer maupun fungsi sipil dari satelit itu sendiri.
Potensi orbit geosinkron dibidang keamanan ekonomi juga sangat menguntungkan, ini pun didukung dengan perencanaan penerbangan satelit satria I untuk mereformasi ekonomi digital dengan akses internet yang cepat dan dapat menjangkau wilayah terlua, tertinggal hingga tedalam.
Dampak dan manfaat dari satelit ini memang sangat multidimensional contohnya akan menmberikan pengaruh yang signifikan terhadap sistem E-Commerce, E-Education, E-Government hingga pada ketahanan pangan yang lebih baik akibat dari satelit Satria I yang bisa memproyeksikan secara real time lokasi mana saja yang mebutuhkan distribusi pangan.
Pada kenyataanya memang diskursus keantartikaan di Indonesia jauh lebih maju dari teknologi keantariksaannya sendiri. Himpunan Mahasiswa Islam yang sudah 70 tahun lebih, terlibat dalam konstelasi ekosistem nasional seharusnya bisa melihat dan mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan ruang antariksa demi kepentingan bangsa. Mendorong pentingnya pemanfaatan ruang antariksa kedalam rencana strategis pembangunan nasional. Ini juga didasari demi mengurangi peluang korupsi yang lebih besar terhadap proyek keantariksaan khususnya proyek satelit. hal ini terjadi bila pemerintah tidak benar-benar serius dalam memasukkan proyek ini kedalam anggaran pembangunan nasional. Kemudian Indonesia harus segera menyelesaikan proyek bandara antariksa di Biak serta mencari jalan keluar terhadap faktor terhambatnya proyek bandar Antariksa Biak. Karena memfungsikan stasiun antariksa biak bisa menghemat anggaran biaya penerbangan satelit tanpa harus bergantung pada roket atau stasiun antariksa negara lain.