Cilegon, hipotesa.id – Kawasan kumuh di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon terdapat tiga titik fokus yakni Linkungan Sukajadi, Lingkungan Gunung Batur, dan Lingkungan Tembulun seusai dengan Keputusan Walikota nomor 600/Kep.364-Disperkim/2020.
Hal tersebut disampaikan Pejabat Fungsional Teknik Tata Bangunan Dinas Perkim Kota Cilegon, Wahidin, saat ditemui hipotesa.id di Kantor Dinas Perkim Jl. Kp. Jombang Kali, Ramanuju, Kec. Purwakarta, Kota Cilegon. Pada hari Selasa, 13 Juni 2023.
“Kalau menurut SK Kumuh tahun 2020 lingkungan kumuh di Kelurahan Mekarsari itu di Lingkungan Sukajadi, Lingkungan Gunung Batu, dan Tembulun. Ya, ada tiga lingkungan yang termasuk dalam kawasan kumuh di Kelurahan Mekarsari,” jelasnya.
Wahidin menyampaikan total luas lingkungan kumuh di Kelurahan Mekarsari sebesar 14,5 hektar. Namun, Wahidin mengklaim Dinas Perkim Kota Cilegon semenjak tahun 2022, telah mengatasi kawasan kumuh di Kelurahan Mekarsari sampai tersisa 4,5 hektar kawasan kumuh.
“Nah, setelah ada penanganan dari Dinas Perkim, program DPW-Kel, program Kotaku juga, tahun 2022 itu sudah berkurang menjadi empat setengah hektar,” jelasnya.
Wahidin menjelaskan indikator disebut kawasan kumuh yang paling menonjol dari ketiga lingkungan di Kelurahan Mekarsari tersebut yaitu, ketertaturan perumahan dan ketersediaan air bersih.
“Sementara untuk ketersediaan air bersih juga tidak ada di sana (lingkungan Tembulun, Gunung batur, dan Sukajadi) itu yang belum kita tertangani sampai sekarang memang karena sumber air bersih di sana itu tidak ada,” kata Wahidin.
Lanjut Wahidin, ketersediaan air bersih juga menjadi masalah di kawasan tersebut dan hingga saat ini belum ditangani dengan baik. Sumber air bersih yang terbatas di kawasan tersebut membuat airnya tidak memenuhi syarat sebagai air minum yang layak. Selain itu, masalah persampahan, penanganan air limbah, dan proteksi terhadap kebakaran juga menjadi indikator kumuh di kawasan ini.
Namun, kata Wahidin, Dinas Perkim hanya dapat menangani sebagian dari tujuh indikator kumuh tersebut. Masalah pengelolaan limbah dan kepadatan penduduk masih sulit ditangani karena kompleksitasnya. Keteraturan bangunan dan penyediaan air bersih untuk minum adalah dua indikator yang masih perlu ditangani. Sedangkan, empat indikator lainnya telah berhasil ditangani.
“Dinas Perkim sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RP2JM) Penanganan Kawasan Permukiman (PKP). Diharapkan dengan adanya perencanaan yang detail ini, penanganan kawasan kumuh dapat dilakukan secara terpadu. Tujuan dari perencanaan ini adalah agar tidak hanya fokus pada perbaikan drainase dan jalan lingkungan, tetapi juga mengatasi seluruh aspek yang terkait dengan kawasan kumuh,” katanya.
Wahidin berharap, pada tahun 2024, dengan adanya rencana tersebut, ratusan kawasan kumuh di Mekarsari dapat ditangani secara terintegrasi dan menjadikan Kota Cilegon sebagai contoh dalam penanganan kawasan kumuh.