Opini, hipotesa.id-Pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok, seperti itu kata-kata familiar yang sering terdengar. Tahun politik saat ini bukan hanya berbicara tentang golongan tua, para kaum muda bermunculan ikut berkontestasi dalam pertarungan demokrasi.
Para calon generasi muda ingin mengeruk simpati anak muda. melihat data pupulasai masyarakat Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan sebanyak 278,8 juta jiwa pada 2023.
Menurut usianya, 69,13% penduduk Indonesia berada di jenjang usia 15-64 tahun. Sebanyak 23,89% penduduk berusia 0-14 tahun. Kemudian, 6,98% penduduk berusia 65 tahun ke atas.
Pemilu, sebuah momentum penting, di mana rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin dan wakilnya. Namun, dalam dinamika kompleks politik, sering kali kita menyaksikan kelompok tertentu menjadi target empuk bagi para politisi yang haus kekuasaan. Salah satunya adalah pemilih muda, yang seharusnya menjadi tulang punggung kekuatan segar dalam demokrasi. Sayangnya, kenyataannya mereka seringkali hanya menjadi sapi peras politik belaka
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa pemilih muda memiliki peran krusial dalam menentukan arah politik suatu negara. Mereka merupakan generasi yang memegang kendali masa depan, dan partisipasi mereka seharusnya mencerminkan suara perubahan dan aspirasi akan pemimpin yang mampu memahami dan mewujudkan harapan mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, kita menyaksikan bagaimana pemilih muda seringkali dihadapi dengan janji-janji manis semata, tanpa adanya tindakan konkret yang mengikuti.
Salah satu masalah utama yang dihadapi pemilih muda adalah minimnya pemahaman akan proses politik dan kebijakan. Mereka cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh citra dan pesan yang dibentuk oleh kampanye politik daripada substansi kebijakan. Politisi cerdik tahu bahwa dengan memainkan emosi dan membungkus retorika mereka dengan kata-kata yang menarik bagi pemuda. Dalam konteks ini, pemilih muda menjadi objek manipulasi, diarahkan untuk memilih berdasarkan kesan visual dan janji kosong, tanpa melibatkan diri dalam analisis mendalam terhadap kebijakan-kebijakan yang diajukan.
Selain itu, terdapat pula kecenderungan bagi politisi untuk mengabaikan pemilih muda setelah pemilihan selesai. Dalam banyak kasus, janji-janji kampanye yang bersinar selama masa pencalonan lenyap begitu saja, meninggalkan pemilih muda dalam kekecewaan dan rasa frustrasi. Mereka merasa hanya dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik, tanpa mendapatkan perhatian yang layak setelah suara mereka dikumpulkan. Hal ini tidak hanya merugikan pemilih muda secara langsung tetapi juga merusak kepercayaan mereka terhadap proses demokrasi secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk merubah paradigma dalam cara politisi berinteraksi dengan pemilih muda. Politisi harus lebih fokus pada pendekatan yang berkelanjutan, bukan hanya pada saat kampanye. Ini mencakup pendekatan yang lebih transparan, berkomunikasi secara terbuka mengenai progres kebijakan dan implementasinya. Membangun hubungan yang kokoh dengan pemilih muda adalah kunci untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya dilihat sebagai alat politik, melainkan sebagai mitra dalam membangun masa depan negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran media juga sangat signifikan dalam membentuk persepsi pemilih muda. Oleh karena itu, media harus mengambil tanggung jawab sosialnya dengan serius, menyajikan informasi secara objektif, dan mendorong diskusi yang sehat. Membentuk pemilih muda yang kritis dan cerdas adalah investasi jangka panjang dalam kesehatan demokrasi.
pemilih muda tidak boleh terus menjadi sapi peras politik. Diperlukan upaya bersama dari politisi, lembaga pendidikan, media, dan masyarakat secara keseluruhan untuk menciptakan lingkungan politik Menurut usianya, 69,13% penduduk Indonesia berada di jenjang usia 15-64 tahun. Sebanyak 23,89% penduduk berusia 0-14 tahun. Kemudian, 6,98% penduduk berusia 65 tahun ke atas. lebih transparan, berpendidikan, dan berpartisipasi. Hanya dengan melibatkan pemilih muda secara berkelanjutan dan memberikan perhatian yang layak terhadap aspirasi mereka, kita dapat mencapai demokrasi yang sehat dan responsif terhadap kebutuhan seluruh rakyat.