Opini, hipotesa.id – Mudik merupakan suatu hal yang di damba-dambakan bagi perantau saat hari raya idul fitri akan datang, sepertinya fenomena mudik tidak akan lenyap dalam identitas budaya bangsa Indonesia. Mungkin budaya mudik hanya ada dan terjadi di negeri ini. Sekalipun juga sering pulang pada hari-hari tertentu, namun percaya atau tidak bahwa lebaran adalah momen yang paling ditunggu-tunggu. Ketika Idul Fitri menjelang, masyarakat yang tinggal di perkotaan melaksanakan budaya mudik ke kampung halamannya. Tanah kelahiran menyimpan sejuta kenangan selama kita masih bersama-sama dengan kedua orang tua tercinta dan juga saudara dalam keluarga (Syariah & Ilmu, n.d.).
Bagaimana yang dinamakan mudik adalah perjalanan jauh yang harus di tempuh setiap orang dari suatu wilayah ke wilayah lain, dalam hal ini biasanya orang tersebut bisa menggunakan kendaraan bisa berupa sepeda motor, mobil, bajai, angkutan umum dan tidak aneh juga terkadang ada yang menggunakan kendaraan angkutan barang. Dalam hal kegiatan ini terkadang justru membahayakan bagi pemudik sendiri, meski jelas dalam peraturannya tidak di benarkan bahwasanya kendaraan barang di gunakan penumpang atau terkadang pemudik juga menghalalkan segala cara demi sampai kampung halaman bisa dengan menggunakan kendaraan dengan muatan yang melebihi kapasitasnya. Akibatnya di dalam data pada tahun 2023 menurut harian kompas tercatat 5.894 kasus kecelakaan lalulintas dengan rincian 726 korban jiwa dan 5.168 luka-luka.(Lebaran, 2023) dengan data sebesar ini justru mengagetkan penulis bagaiman tidak kejadian ini hanya terjadi dalam kurun waktu mudik lebaran saja, data ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi kembali pada tahun 2024. Mengapa demikian bisa terjadi Banyak sekali kemungkinan mulai dari kendaraan yang tak layak jalan, ada juga kendaraan yang tak pantas di gunakan sebagai kendaraan mudik dan yang lebih sering adalah kendaraan yang over kapasitas, biasanya ini paling banyak adalah kendaraan bermotor mengapa demikian ini bisa sering terjadi
Sebenarnya pemerintah sudah mengatur persoalan lalulintas ini di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta secara khusus dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Dalam hal ini mengapa penulis mengaitkan dua peraturan ini Karen penulis menganggap bahwa dalam era mudik tidak terlepas dari pemudik yang membawa penumpang berlebihan atau pemudik yang membawa barang berlebihan. Jelas dalam pasal Pasal 106 ayat (9) yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang”. Bagi pengendara yang terciduk melanggar aturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi.
Selain itu penulis menganggap budaya kesadaran masyarakat Indonesia akan hukum sangatlah rendah padahal Kesadaran hukum merupakan faktor primer bagi berlakunya hukum dalam masyarakat, serta merupakan bukti bahwa hukum sebagai tatanan telah diterima baik oleh masyarakat. Adanya kesadaran hukum masyarakat inilah memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum. Seperti dipahami, tugas negara hukum melalui alat-alat kelengkapan kekuasaannya, adalah mewujudkan adanya penegakan hukum,(Basuki, 2020)
Kesadaran hukum dalam melaksanakan sebuah peraturan tidak terbatas pada membaca atau mengetahui saja, akan tetapi juga perlu melaksanakan aturan tersebut tanpa terpaksa. Kesadaran hukum berlalu lintas berarti bahwa seseorang yang melakukan kegiatan berlalu lintas wajib mengetahui, memahami, dan melaksanakan aturan berlalu lintas. Hal ini cukup penting dilaksanakan agar tercipta keamanan dan keselamatan bagi setiap orang yang melaksanakan kegiatan berlalu lintas (Doly, 2019).
Penulis menanggap budaya mudik dengan mengesampingkan keselamatan pengendara merupakan budaya yang salah seharusnya masyarakat lebih memperhatikan keselamatannya, selain itu pembiaran atau pemakluman hukum di era mudik bagaimanpun tidak bisa dibenarkan, karena ini berkaitan dengan penegakan hukum dan keselamatan manusianya itu sendiri jika di biarkan terus begini bukan tidak mungkin ini akan menjadi budaya yang terus terjadi dan berulang, dan menjadi siklus tahunan yang harus terus di maklumi.